depokinvestigasi.com – Kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR semakin mencuri perhatian publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka. Nama besar seperti Harun Masiku, yang masih menjadi buronan sejak 2020, ikut terseret dalam kasus ini. Tidak hanya itu, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, juga menjadi aktor kunci dalam pusaran dugaan tindak pidana korupsi ini.
Dugaan Keterlibatan Hasto dalam Kasus Suap PAW
Nama Hasto Kristiyanto, salah satu petinggi PDIP, muncul dalam penyelidikan kasus suap PAW anggota DPR periode 2019-2024. Berdasarkan surat perintah penyidikan KPK bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024, Hasto dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam dugaan kasus ini, Hasto bersama Harun Masiku diduga memberikan uang kepada Wahyu Setiawan untuk memuluskan proses pergantian antarwaktu. PAW ini melibatkan upaya menggantikan Rizki Aprilia, anggota DPR yang perolehan suaranya dianggap lebih rendah dari Harun.
Kasus Perintangan Penyidikan yang Menjerat Hasto
Selain kasus suap, Hasto juga menghadapi tuduhan serius terkait perintangan penyidikan. Ia diduga telah melakukan upaya untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyelidikan yang dilakukan KPK, khususnya terkait pencarian Harun Masiku. Penetapan tersangka Hasto dalam kasus ini didasarkan pada surat perintah penyidikan bernomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024, yang juga dikeluarkan pada 23 Desember 2024.
Perintangan penyidikan merupakan pelanggaran serius dalam sistem hukum Indonesia. Hasto dituduh sengaja melindungi Harun Masiku, yang hingga kini menjadi buronan selama lebih dari empat tahun. Langkah ini dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap proses penegakan hukum yang sedang berjalan.
Siapa Harun Masiku dan Mengapa Namanya Selalu Dikaitkan?
Harun Masiku, mantan calon legislatif dari PDIP, telah menjadi nama yang kerap menghiasi pemberitaan sejak 2020. Ia diduga menjadi otak di balik upaya suap kepada Wahyu Setiawan demi mengamankan posisi sebagai anggota DPR. Namun, keberadaannya hingga kini masih menjadi misteri besar.
Menurut berbagai laporan, Harun Masiku diduga memiliki peran strategis dalam kasus suap ini. Ia memberikan uang kepada Wahyu melalui perantara untuk memastikan bahwa keputusan PAW sesuai dengan keinginannya. Fakta bahwa ia buron selama bertahun-tahun menambah teka-teki, meskipun KPK terus menyatakan komitmennya untuk menangkap Harun dan menyelesaikan kasus ini.
Konferensi Pers KPK: Penjelasan dan Langkah Hukum
Pada Selasa, 24 Januari 2025, KPK mengadakan konferensi pers untuk memberikan informasi terbaru terkait penyidikan kasus Hasto Kristiyanto (HK). Dalam keterangan resminya, KPK menyebutkan bahwa pengembangan kasus ini dilakukan sejak 2019, namun baru pada akhir 2024 KPK menemukan bukti yang kuat untuk menetapkan HK sebagai tersangka serta telah menerbitkan surat perintah pencegahan ke luar negeri untuk memastikan HK agar tidak melarikan diri.
Proses penyelidikan yang dilakukan oleh KPK telah melibatkan pemanggilan puluhan saksi dan pengumpulan bukti yang memperkuat dugaan keterlibatan HK dalam kasus suap PAW.
Sementara itu, WS disebut-sebut telah menerima sejumlah uang untuk mempengaruhi hasil keputusan terkait pergantian anggota DPR.
Kasus Suap Harun Masiku: Peran Hasto Kristiyanto dan Fakta Terbaru
Pada tanggal 8 Januari 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan empat tersangka dalam kasus dugaan suap terkait Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI. Mereka adalah Harun Masiku (HM), Agustiani Tio Fridelina (ATF), Wahyu Setiawan (WS), dan Saeful Bahri (SB). Dari keempatnya, tiga tersangka sedang menjalani proses hukum, sementara Harun Masiku hingga kini dinyatakan buron. Kasus ini menjadi salah satu skandal politik besar yang menyeret nama Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto (HK), serta Donny Tri Istiqomah (DTI), yang disebut-sebut turut berperan penting dalam upaya suap tersebut.
Kronologis Kasus Suap HM
Kasus ini bermula dari upaya Harun Masiku, seorang mantan calon anggota legislatif dari PDIP di Dapil 1 Sumatra Selatan, yang ingin menduduki kursi DPR RI. Harun hanya memperoleh 5.878 suara pada pemilu legislatif 2019, kalah jauh dari Nazaruddin Kiemas, yang memperoleh suara terbanyak. Namun, Nazaruddin Kiemas meninggal dunia sebelum dilantik, sehingga kursi tersebut secara otomatis diberikan kepada Riezky Aprilia, peraih suara terbanyak kedua dengan 44.402 suara.
Namun, Hasto Kristiyanto, selaku Sekjen PDIP, berupaya agar kursi tersebut dialihkan kepada Harun Masiku. Upaya ini dilakukan melalui berbagai cara, termasuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2019. Judicial review tersebut bertujuan untuk memuluskan langkah Harun sebagai pengganti Nazaruddin. Meski begitu, permohonan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tidak hanya itu, Hasto juga dilaporkan melakukan berbagai pendekatan agar Riezky Aprilia bersedia mengundurkan diri, meski upaya tersebut berulang kali menemui jalan buntu.
Peran HK dalam Kasus Suap
Berdasarkan penyelidikan KPK, HK memainkan peran sentral dalam skandal ini. Ia diduga mengatur strategi untuk memastikan HM mendapatkan kursi DPR. Ada tiga peran utama yang dilakukan Hasto dalam kasus ini, yaitu:
- Memerintahkan Donny Tri Istiqomah untuk menyusun kajian hukum
Hasto meminta Donny, seorang advokat sekaligus orang kepercayaannya, untuk menyusun kajian hukum terkait pelaksanaan putusan Mahkamah Agung serta surat permohonan fatwa ke KPU. - Mengatur dan mengendalikan proses suap
Hasto disebut mengatur Donny untuk memengaruhi Wahyu Setiawan, mantan komisioner KPU, agar menetapkan Harun sebagai anggota DPR terpilih Dapil Sumsel 1. - Menyediakan dana suap
Berdasarkan pengembangan penyidikan, KPK menemukan bahwa sebagian uang suap yang diberikan kepada Wahyu Setiawan berasal dari Hasto Kristiyanto. Uang suap yang diberikan dalam bentuk mata uang asing sebesar SGD19.000 dan SGD38.350, dikirimkan pada periode 16-23 Desember 2019.
Upaya Suap kepada Wahyu Setiawan dan Timnya
Wahyu Setiawan, anggota KPU periode 2017-2022, menjadi target utama dalam skandal suap ini. Ia diduga menerima uang dari Harun Masiku melalui perantara Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri. Uang tersebut diberikan untuk memengaruhi keputusan KPU agar menetapkan Harun sebagai pengganti Nazaruddin Kiemas.
Bahkan, pada 31 Agustus 2019, Hasto Kristiyanto secara langsung menemui Wahyu Setiawan untuk mendiskusikan dua nama yang diajukan oleh PDIP untuk PAW, yaitu Maria Lestari (Dapil 1 Kalimantan Barat) dan Harun Masiku (Dapil 1 Sumsel).
Donny Tri Istiqomah: Orang Kepercayaan Hasto
Donny Tri Istiqomah, seorang advokat sekaligus orang kepercayaan Hasto Kristiyanto, memainkan peran penting dalam kasus ini. Ia tidak hanya menyusun dokumen hukum yang diperlukan untuk judicial review, tetapi juga bertindak sebagai perantara dalam mengatur aliran dana suap. Donny bekerja sama dengan Saeful Bahri untuk memastikan bahwa uang suap sampai ke tangan Wahyu Setiawan dan timnya.
Keterlibatan Donny semakin mempertegas bahwa kasus ini dirancang dengan matang, melibatkan banyak pihak di berbagai level. Donny kini telah ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Hasto oleh KPK.
Status Harun Masiku: Buron Selama Lima Tahun
Harun Masiku, yang menjadi aktor utama dalam kasus ini, telah menjadi buronan sejak 2020. Ia diduga menyiapkan dana sebesar Rp850 juta sebagai pelicin untuk memastikan dirinya melenggang ke Senayan. Namun, hingga kini keberadaan Harun masih menjadi misteri, meskipun KPK telah bekerja sama dengan pihak terkait untuk melacaknya.
Kehilangan jejak Harun menjadi salah satu tantangan terbesar dalam penanganan kasus ini. Banyak pihak mendesak KPK untuk lebih serius dalam menangani pencarian Harun dan menyelesaikan kasus ini secara tuntas.
Vonis untuk Wahyu Setiawan dan Tersangka Lainnya
Wahyu Setiawan, mantan komisioner KPU, telah divonis tujuh tahun penjara oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1857 K/Pid.Sus/2021. Ia dinyatakan bersalah atas keterlibatannya dalam menerima suap dari Harun Masiku dan timnya. Wahyu mulai menjalani hukuman di Lapas Kedungpane, Semarang, pada Juni 2021 dan telah bebas bersyarat sejak Oktober 2023.
Selain Wahyu, dua orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri, juga diproses hukum oleh KPK. Ketiganya dinilai bekerja sama untuk memastikan bahwa keputusan KPU sesuai dengan keinginan Hasto dan Harun.
KPK Periksa Staf Hasto Kristiyanto Terkait Kasus Harun Masiku
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengambil langkah signifikan dalam penyelidikan kasus korupsi yang menyeret nama besar di partai politik. Pada Selasa, 14 Januari 2025, Kusnadi, staf Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan ini bertujuan mendalami pengetahuan Kusnadi terkait dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah dalam kasus suap yang melibatkan buronan terkenal, Harun Masiku, serta eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik KPK mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Kusnadi. Fokus utama adalah menggali informasi mengenai aliran dana suap yang diduga diberikan kepada Wahyu Setiawan demi memuluskan Pergantian Antarwaktu (PAW) mantan calon legislatif PDIP, Harun Masiku. Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, menjelaskan bahwa penyidik mendalami sejauh mana Kusnadi mengetahui perbuatan tersangka HK (Hasto Kristiyanto) dan DTI (Donny Tri Istiqomah).
“Termasuk pengetahuan yang bersangkutan terkait uang yang diserahkan kepada saudara WS (Wahyu Setiawan),” ujar Tessa dalam keterangannya pada Minggu, (19/1/2025)
Selain itu, KPK juga mendalami bagaimana hubungan Kusnadi dengan Hasto dan Donny, serta apakah Kusnadi memiliki informasi tentang jaringan komunikasi yang digunakan oleh para tersangka untuk menjalankan rencana mereka.
Proses Hukum yang Semakin Kompleks
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa kasus ini berjalan cukup lama karena proses pengumpulan bukti yang tidak mudah. Penyidik memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mendapatkan cukup alat bukti yang kuat.
“Kenapa baru sekarang (Hasto ditetapkan sebagai tersangka)? Ini karena kecukupan alat buktinya,” jelas Setyo. Ia juga menegaskan bahwa proses hukum dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa tidak ada celah bagi tersangka untuk lolos dari jerat hukum.
Dalam konferensi pers terbaru, KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akarnya. Penyidik KPK masih terus menggali informasi dari berbagai pihak, termasuk saksi-saksi baru yang mungkin memiliki informasi penting terkait kasus ini.
“Kami berharap semua pihak yang dipanggil sebagai saksi dapat bekerja sama dengan baik,” ungkap Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto.
Selain itu, KPK juga menyampaikan bahwa langkah pencegahan telah diambil terhadap Hasto untuk memastikan ia tidak melarikan diri selama proses hukum berlangsung.
Hasto Ajukan Gugatan
Setelah ditapkan sebagai tersangka oleh KPK, Hasto Kristiyanto mengajukan gugatan praperadilan untuk menantang keabsahan status tersebut. Gugatan ini didaftarkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel.
Melalui kuasa hukumnya, Hasto menilai bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus suap PAW memiliki kekurangan dalam aspek hukum dan prosedur. Gugatan ini mencerminkan upaya Hasto untuk menggugurkan status hukumnya sebagai tersangka, yang dapat berpengaruh terhadap jalannya proses penyidikan oleh KPK.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, mengonfirmasi bahwa ia bertindak sebagai hakim tunggal dalam praperadilan ini. Menurutnya, sidang perdana seharusnya dimulai hari ini (21/01/2025) dengan agenda pemanggilan para pihak terkait. Namun, agenda tersebut harus diundur karena absennya KPK sebagai pihak termohon.
Alasan KPK Meminta Penundaan Sidang Praperadilan
KPK melalui juru bicaranya, Tessa Mahardhika Sugiarto, menjelaskan bahwa penundaan sidang dilakukan karena lembaga antirasuah itu masih mempersiapkan bukti-bukti dan materi sidang. Persiapan ini meliputi koordinasi dengan ahli, pengumpulan dokumen administratif, hingga penyusunan strategi hukum yang matang.
“Biro Hukum KPK telah mengajukan penundaan sidang praperadilan ke pengadilan, karena masih harus menyiapkan materi sidang mulai dari ahli, sampai dengan hal administratif lainnya,” ujar Tessa dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 21 Januari 2025.
Tessa menambahkan bahwa KPK membutuhkan waktu untuk memastikan bahwa Hasto tidak lolos dari status tersangka. Kesiapan ini penting untuk memperkuat posisi KPK dalam persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Permintaan penundaan sidang praperadilan oleh KPK bukanlah tanpa alasan. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK harus memastikan bahwa semua bukti yang dikumpulkan dalam proses penyelidikan dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan.
Tessa Mahardhika menjelaskan bahwa persiapan ini mencakup koordinasi dengan para ahli, baik dalam bidang hukum maupun forensik, untuk memberikan kesaksian yang mendukung posisi KPK. Selain itu, KPK juga mempersiapkan dokumen administratif yang diperlukan untuk membantah gugatan Hasto dalam sidang praperadilan.
Langkah ini menunjukkan keseriusan KPK dalam menghadapi praperadilan, sekaligus memastikan bahwa proses hukum dapat berjalan dengan adil dan sesuai prosedur.
Dengan penundaan sidang perdana pada 21 Januari 2025, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menjadwalkan ulang agenda sidang untuk praperadilan ini. Belum ada informasi resmi mengenai kapan sidang akan dimulai kembali.
Namun, penundaan ini memberikan waktu tambahan bagi KPK untuk mempersiapkan argumen hukum yang kuat. Dalam sidang praperadilan, KPK harus membuktikan bahwa penetapan status tersangka Hasto Kristiyanto dilakukan berdasarkan bukti yang cukup dan prosedur yang sesuai dengan hukum yang berlaku.